OEE, Overall Equipment Effectiveness

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah suatu metode standar untuk mengukur kinerja mesin produksi dalam penerapan program TPM (Total Productive Maintenance).

Pengertian OEE

Beberapa definisi OEE :

  • Metode standar untuk mengukur efektifitas penggunaan dan pemanfaatan mesin, peralatan, waktu serta material dalam produksi.
  • Salah satu metode yang tersedia di dalam TPM, untuk digunakan sebagai indikator performa mesin atau sistem.

Metode TPM adalah sistem untuk menjaga dan meningkatkan kualitas produksi melalui perawatan perlengkapan dan peralatan kerja seperti mesin, equipment dan alat-alat kerja.

Lebih jelas mengenai TPM dapat dibaca di artikel standarku.com yang lain berikut :

Berikut beberapa definisi OEE menurut para ahli :

Seiichi Nakajima (1988)

OEE adalah metode yang digunakan untuk menilai tingkat efektivitas penggunaan suatu sistem atau mesin, dengan menggunakan berbagai sudut pandang di dalam suatu proses perhitungan.

Davis (1995:35)

OEE adalah suatu efisiensi keseluruhan struktur yang dihasilkan dari nilai perhitungan ketersediaan (availability), efisiensi kinerja (performance efficiency) dan tingkat kualitas suatu produk (rate of quality product).

Rizkia (2015)

OEE adalah suatu ukuran nilai efektivitas pada penggunaan mesin atau peralatan dengan menghitung ketersediaan pada mesin, kinerja dan juga kualitas produk yang dihasilkan.

Muwajih

OEE adalah sesuatu yang bisa digunakan sebagai indikator kinerja yang memerlukan periode waktu tertentu, seperti shift, harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan.

OEE dan TPM

Pengukuran OEE sangat penting untuk mengukur keberhasilan dari program TPM yang diterapkan dalam suatu perusahaan.

Dalam bahasa organisasi bisnis, hasil OEE merupakan KPI (Key Performance Index) utama dari penerapan TPM.

Penemu Metode OEE

Metode OEE ini digagas oleh Seiichi Nakajima pada tahun 1960 untuk mengukur tingkat efektivitas proses produksi.

Hal ini didasarkan pada pemikiran dari Harrington Emerson terkait efisiensi tenaga kerja.

Tujuan OEE

Yang paling utama, tujuannya adalah untuk bisa menilai kinerja sistem pemeliharaan.

Pengukuran akan OEE ini paling efektif jika digunakan di perusahaan manufaktur, namun OEE juga bisa digunakan di berbagai bentuk dan lingkungan perusahaan.

Manfaat dari Overall Equipment Effectiveness menurut Muwajih adalah seperti berikut :

  • Bisa digunakan sebagai suatu titik referensi untuk mengukur rencana performa suatu perusahaan.
  • Suatu bentuk perkiraan aliran produksi yang bisa digunakan untuk membandingkan jalur kinerja pada lintas departemen perusahaan, sehingga akan tampak aliran yang tidak signifikan.
  • Bila proses pembuatan ini akan dilakukan secara individual, maka OEE adalah hal yang bisa menentukan mesin atau alat mana yang memberikan performa buruk dan menentukan untuk bisa lebih fokus pada sumber daya TPM.

Secara umum beberapa manfaat Overall Equipment Effectiveness adalah mampu untuk :

  • Menentukan titik awal perusahaan, peralatan ataupun mesin perusahaan
  • Mengidentifikasi kemacetan pada perangkat atau mesin perusahaan
  • Melakukan identifikasi pada seluruh kerugian produktivitas
  • Menghitung penentuan nilai efektivitas mesin atau peralatan yang tersedia.
  • Memeriksa ketersediaan pada mesin atau sistem, efisiensi produksi, dan kualitas produksi mesin atau sistem didalam perusahaan.

six big losses

OEE dapat mengukur apakah peralatan produksi dapat bekerja dengan normal atau tidak.

Denso

Berdasarkan “Denso, 2006, p. 6”, OEE menentukan bahwa ada 6 kerugian utama (the six big losses) yang menjadi penyebab peralatan produksi tidak beroperasi dengan normal, yaitu:

  1. Startup Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya scrap atau reject saat startup produksi yang disebabkan oleh kekeliruan setup mesin, proses warm-up yang kurang, dan sebagainya.
  2. Setup atau Adjustment Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya waktu yang “tercuri” akibat waktu setup yang lama yang disebabkan oleh changeover produk, tidak adanya material (material shortages), tidak adanya operator (operator shortages), adjustment mesin, warm-up time, dan sebagainya.
  3. Cycle Time Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya penurunan kecepatan proses yang disebabkan oleh beberapa hal, misal: mesin sudah aus, di bawah kapasitas yang tertulis pada nameplate-nya, di bawah kapasitas yang diharapkan, operator yang tidak efisien, dan sebagainya.
  4. Chokotei Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya minor stoppage yaitu mesin berhenti cukup sering dengan durasi tidak lama biasanya tidak lebih dari lima menit dan tidak membutuhkan personel maintenance. Ini dikarenakan mesin hang sehingga harus reset, adanya pembersihan atau pengecekan, terhalangnya sensor, terhalangnya pengiriman, dan sebagainya.
  5. Breakdown Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya kerusakan mesin dan peralatan, perawatan tidak terjadwal, dan sebagainya.
  6. Defect Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya reject selama produksi berjalan.

Dari 9 kerugian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada 3 jenis kerugian terkait dengan proses produksi yang harus diantisipasi, yaitu:

  1. Downtime loss yang mempengaruhi Availability Rate
  2. Speed loss yang mempengaruhi Performance Rate
  3. Quality loss yang mempengaruhi Quality Rate

Pomorski

Berdasarkan “Tangen, 2004, p. 63”, menurut Pomorski (1997) :

  • Availability rate, mengukur efektivitas maintenance peralatan produksi dalam kondisi produksi sedang berlangsung.
  • Performance rate, mengukur seberapa efektif peralatan produksi yang digunakan.
  • Quality rate, mengukur efektivitas proses manufaktur untuk mengeliminasi scrap, rework, dan yield loss.

Pengukuran OEE

Dengan adanya OEE, maka dapat dihitung perbedaan (gap) antara performa aktual produksi yang sedang berjalan dibandaingkan dengan performa ideal atau target yang akan dicapai.

Overall Equipment Effectiveness akan mengukur performa unit manufaktur yang berhubungan dengan kapasitas mesin selama periode produksi yang telah dijadwalkan.

Terdapat 3 komponen utama atau elemen produktivitas dan efektivitas peralatan pada mesin produksi untuk melakukan Pengukuran Kinerja dengan OEE yaitu :

  • Availability (Waktu Kesediaan Mesin), ukuran seberapa jauh alat atau mesin bisa tetap beroperasi.
  • Performance (Jumlah unit yang diproduksi), perbandingan antara tingkat produksi aktual dengan perencanaan.
  • Quality (Mutu yang dihasilkan), perbandingan antara jumlah produk yang baik dengan jumlah total produk yang dalam proses.

Hasil perhitungan yang diperoleh dari metode OEE adalah dalam bentuk nilai persentase (%).

Standar nilai OEE

Berdasarkan suatu penghargaan yang diberikan oleh perusahaan Japan Institute of Plant Maintenance, maka kondisi ideal dari OEE adalah sebagai berikut :

  • Ketersediaan (Availability) > 90%
  • Efisiensi daya (Power Efficiency) > 95%
  • Kualitas produk (Product Quality) > 99%
  • Secara ideal, nilai OEE minimal adalah sebesar = 0,90 x 0,95 x 0,99 = 85%

Contoh perhitungan Overall Equipment Effectiveness

Berikut adalah gambaran dari pengukuran Overall Equipment Effectiveness pada suatu mesin produksi minuman sehat di suatu perusahaan :

Suatu mesin produksi minuman sehat bekerja selama 10 jam setiap harinya, atau 600 menit.

Setiap pagi, operator menyiapkan atau memanaskan mesin selama 10 menit sebelum digunakan.

Namun ternyata, mesin ini sering macet selama beberapa kali dalam sehari, sehingga waktu tidak produktifnya mencapai 50 menit setiap harinya.

Availability Performance Quality

Artinya bahwa, kesiap-sediaan atau Availability dari mesin tersebut adalah 540 menit dari 600, atau dihitung dalam persen menjadi 90%.

Availability = 540/600 = 90%

Mesin tersebut dirancang untuk membuat 1 botol minuman setiap 3 menit.

Namun ternyata, operator tidak sanggup mengikuti ritme 1 botol minuman per 3 menit tersebut, karena harus mengatur posisi botol di mesin dan hal lainnya.

Karena itu mesin tersebut diatur ulang sehingga hanya membuat 1 botol minuman selama 5 menit sekali.

Karena itulah, walaupun mesin tersebut memiliki potensi menghasilkan 20 botol minuman dalam 1 jam, namun mesin ini akhirnya disetel hanya menghasilkan 12 botol.

Dalam bahasa Equipment Effectiveness, artinya mesin ini hanya memiliki kinerja (performance) sebesar 12 dibagi 20 yang menghasilkan angka 60%.

Performance = 12/20 = 60%

Kemudian, dari setiap 10 botol minuman yang dihasilkan, ternyata terdapat 1 botol yang tidak memenuhi standar kualitas.

Hal ini berarti, tingkat kualitas yang dihasilkan mesin ini hanyalah 90%, yang diperoleh dari 9 botol berkualitas dibagi dengan 10 botol keseluruhan.

Quality = 9/10 = 90%

Rumus OEE adalah perkalian dari ketiga parameter tersebut yaitu :

OEE = Availability x Performance x Quality

Oleh karena itu, perhitungan nilai OEE dari mesin tersebut menjadi :

OEE = 90% x 60% x 90% = 48,6%

Jadi, nilai OEE mesin produksi minuman sehat adalah sebesar 48,6%.

Standar nilai ideal dari OEE adalah 85%.

Demikian cara menghitung nilai OEE pada suatu mesin yang beroperasi di dalam perusahaan.

Demikian artikel dari standarku.com mengenai Mengenal Standar Metode OEE.

Penutup

Mohon saran dari pembaca untuk kelengkapan isi artikel ini, silahkan saran tersebut dapat disampaikan melalui kolom komentar.

Baca artikel lain :

Sumber referensi :

Leave a Comment