Standar Sertifikasi Kayu

Standar Sertifikasi Kayu adalah aturan dan bukti bahwa suatu kayu berasal dari hutan yang dikelola sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Kayu bersertifikat adalah kayu yang berasal dari hutan yang dikelola sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Sertifikasi

Mengapa perlu adanya sertifikasi bagi kayu dan hutan? standar apa yang digunakan.

Sebaiknya kita memahami dari sejarah adanya sertifikasi tersebut baik di Indonesia maupun Dunia.

Sejarah

Latar belakang nya adalah keprihatinan masyarakat dunia akan potensi kehancuran dan kerusakan lingkungan hutan tropis.

Terutama bermula dari kampanye organisasi-organisasi non-pemerintah di berbagai wilayah di dunia pada akhir dekade 1980-an.

ITTO

Akhirnya, pada tahun 1987 dibentuk Organisasi Kayu Tropis Internasional atau International Tropical Timber Organization, yang disingkat ITTO.

Pembentukan ITTO ditujukan untuk :

  • Sebagai institusi untuk mengoperasikan Perjanjian Kayu Tropis Internasional (ITTA) pada tahun 1986.
  • Membuat kesepakatan mengenai perlunya pengelolaan hutan yang lestari.
  • Memastikan bahwa pemanfaatan dan perdagangan kayu dapat terus berlangsung bagi kepentingan masyarakat dan hutan.

ITTO adalah organisasi antar pemerintah yang mempromosikan konservasi sumber daya hutan tropis dan pengelolaan, penggunaan, dan perdagangan berkelanjutan mereka.

Tujuan ITTO pada masa kini adalah menyediakan pasokan yang stabil, dalam menanggapi deforestasi yang disebabkan oleh perluasan perdagangan kayu tropis.

Deforestasi adalah hilangnya hutan akibat kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan alam.

ITTO juga mempromosikan rencana konversi dari penebangan ke pembalakan yang sehat, klaim untuk lapisan ozon bumi yang lebih stabil, dan lainnya.

Sekretariat ITTO berlokasi di kota Yokohama, Jepang.

Inisiasi Sertifikasi

Selain peristiwa diatas, ada faktor lain yang memicu inisiatif pembuatan standar sertifikasi seperti

  • Adanya kesadaran dan keinginan kalangan industriawan dan konsumen kayu internasional untuk mengetahui asal-usul kayu yang digunakan.
  • Mereka juga memeriksa apakah kayu-kayu itu berasal dari sumber yang dikelola secara bertanggung jawab, baik secara sosial maupun lingkungan.

Penyusunan Standar

Jadi berbagai peristiwa diatas akhirnya memunculkan inisiatif dan gagasan untuk menyusun standar sertifikasi.

Organisasi-organisasi non-pemerintah yang pertama kali menyusun nya adalah seperti : Greenpeace, Rainforest Alliance, Soil Association.

Setiap organisasi tersebut menyusun standar, kemudian mereka mengadakan penilaian sertifikasi terhadap unit pengelola hutan tertentu sesuai permintaan konsumen.

Penerbitan Standar

Standar mengenai sertifikasi hutan dari pihak ketiga pertama kali diterbitkan oleh FSC pada tahun 1993.

FSC atau Forest Stewardship Council melakukan kolaborasi antara organisasi lingkungan swadaya, perusahaan produk kehutanan, dan masyarakat.

Kemudian, banyak bermunculan program dan sistem yang serupa setelah terbitnya standar tersebut.

Standar Pengelolaan Hutan

Pada tahun 1998, ITTO menerbitkan Kriteria dan Indikator Pengelolaan Lestari untuk Hutan Tropis Alami atau Criteria and Indicators for The Sustainable Management of Natural Tropical Forest.

Sertifikasi di Indonesia

Perum Perhutani adalah yang pertama memperoleh sertifikat pengelolaan hutan lestari pada tahun 1990.

Sertifikat yang diperoleh berdasarkan standar sertifikasi SmartWood yang dilansir oleh Rainforest Alliance.

Pada tahun 1993, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menerbitkan rancangan kriteria penilaian pengelolaan hutan Indonesia.

Pembuatan nya berdasarkan adaptasi dari versi awal kriteria dan pedoman ITTO.

Namun standar tersebut kurang mendapat sambutan, sehingga hanya digunakan di internal APHI.

PHAPL

Kemudian antara tahun 1993 hingga 1998, dirintis pembentukan organisasi LEI dan penyusunan kriteria dan indikator PHAPL.

LEI adalah kependekan dari Lembaga Ekolabel Indonesia.

PHAPL adalah kependekan dari Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari.

Standar tersebut kemudian diterapkan secara voluntari atau sukarela untuk pengelolaan hutan di Indonesia.

Program Sertifikasi

Kini, ada lebih dari 50 program sertifikasi di seluruh dunia untuk berbagai jenis hutan dan masa berlakunya.

Internasional

Program sertifikasi hutan internasional terbesar, seperti :

  • Forest Stewardship Council (FSC)
  • Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC)

PEFC adalah program terbesar, dari segi wilayah hutan yang menggunakan sertifikasi darinya.

Yaitu mencakup dua per tiga dari seluruh hutan yang sudah memperoleh sertifikasi.

Sedangkan FSC adalah program yang paling cepat berkembang.

Nasional

Sistem sertifikasi kayu yang bersifat mandatori atau wajib di Indonesia dilakukan oleh Departemen Kehutanan.

Diterapkan melalui program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan, yaitu :

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010.

Informasi regulasi standar ini telah disampaikan ke 144 negara di dunia.

Dengan tujuan agar dipastikan bahwa negara tersebut hanya menerima kayu dari Indonesia yang telah di sertifikasi dan tidak menerima kayu ilegal.

Indonesia adalah negara pertama di dunia yang melakukan sertifikasi kayu, sedangkan negara lain hanya menyerahkan program sertifikasi produk kayunya kepada lembaga non pemerintah.

Sertifikat VLK hanya menyatakan bahwa produk kayu yang tersertifikasi tersebut memiliki asal-usul yang sah secara legal.

Hal ini berbeda dengan isi sertifikat mengenai pengelolaan hutan lestari.

Mekanisme Sertifikasi

Sertifikasi untuk kayu dilakukan oleh pihak ketiga, dengan mekanisme :

  1. Standar mengenai kinerja pengelolaan hutan dibuat oleh suatu lembaga penyusun standar yang independen.
  2. Kemudian, suatu lembaga sertifikasi yang independen akan menggunakan standar tersebut, untuk menilai kinerja pengelolaan hutan yang diselenggarakan oleh suatu unit pengelola hutan.

Persyaratan Sertifikasi Hutan

Program ini membutuhkan praktik manajemen hutan yang sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

Dasar persyaratan atau karakteristik dari sertifikasi hutan mempertimbangkan hal-hal berikut :

  • Perlindungan keanekaragaman hayati, spesies dan habitat satwa liar yang terancam kepunahan.
  • Tingkat pemanenan kayu yang berkelanjutan.
  • Perlindungan kualitas air.
  • Aktivitas regenerasi hutan (seperti penanaman kembali dan reforestasi).
  • Sertifikasi dan audit dari pihak ketiga yang dilakukan oleh badan sertifikasi terakreditasi.
  • Keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) usaha kehutanan yang lebih dari satu.
  • Tersedianya mekanisme komplain dan pengajuan gugatan.

Demikian artikel dari standarku.com mengenai Standar Sertifikasi Kayu.

Mohon saran dari pembaca untuk kelengkapan isi artikel ini.

Silahkan saran tersebut dapat disampaikan melalui kolom komentar.

Baca artikel lain :

Sumber referensi :

Leave a Comment