Standar Kepabeanan

Kepabeanan merupakan istilah penting di bidang ekspor dan impor.

Jika anda bekerja di perusahaan tingkat global atau berbisnis dengan pasar level internasional, maka anda perlu memahaminya.

Pengertian

Kepabeanan

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, pengertiannya :

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk.

Daerah pabean adalah seluruh wilayah Republik Indonesia dan berbagai tempat tertentu yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

Mengenai hal ini sudah tercantum didalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2006.

Barang impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean dan terutang bea masuk.

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.

Sedangkan barang ekspor adalah barang yang telah dimuat atau akan dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean.

Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.

Setiap proses impor atau ekspor tersebut harus memenuhi kewajiban pabean, seperti harus memiliki Nomor Identitas Kepabeanan dan Pemberitahuan Pabean.

Pabean

Istilah pabean didalam bahasa inggris disebut customs, kebanyakan perusahaan global yang memiliki pabrik di indonesia tetap memberi nama customs.

Pabean adalah instansi yang mengawasi, memungut, dan mengurus bea masuk atau impor dan bea keluar atau ekspor.

Instansi yang bertugas sebagai pabean di Indonesia adalah :

  • Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai unsur pelaksana tugas pokok.
  • Kementerian Keuangan Republik Indonesia di bidang kepabeanan dan cukai.

Pihak Bea Cukai bertugas untuk melakukan pengawasan kegiatan kepabeanan dengan aturan-aturan dan teknis yang telah ditetapkan.

Istilah Kepabeanan

Berikut adalah berbagai istilah umum yang berhubungan dengan Kepabeanan :

Daerah Pabean

Adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

Kawasan pabean

Merupakan kawasan dengan batas tertentu di pelabuhan, bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang berada di bawah pengawasan Dirjen Bea dan Cukai.

Kantor pabean

Suatu kantor dalam lingkungan Dirjen Bea dan Cukai, tempat memenuhi kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan UU.

Pos pengawasan pabean

adalah tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan lalu lintas barang impor dan ekspor.

Kewajiban pabean

Yakni semua kegiatan di bidang kepabeanan, yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan UU.

Pemberitahuan pabean

Merupakan pernyatan yang dibuat oleh orang, ketika melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan UU.

Bea masuk

Artinya adalah pungutan negara berdasarkan UU terhadap barang yang di impor.

Bea keluar

Merupakan pungutan negara berdasarkan UU terhadap barang ekspor.

Audit kepabeanan

Suatu kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik dan surat yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.

Dan atau ketersediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan UU di bidang kepabeanan.

Tarif

Adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau keluar.

Fasilitas Kepabeanan

Yakni pemberian insentif oleh pemerintah atau DJBC, berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor yang akan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.

Tempat Penimbunan

Ada 3 tempat penimbunan yaitu : TPS, TPB, TTP. Berikut penjelasan detilnya :

TPS

Tempat Penimbunan Sementara atau TPS adalah bangunan atau tempat seperti lapangan di kawasan Pabean, untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

TPS ada di setiap kawasan pabeandan dikelola oleh pengusaha TPS.

Didalamnya terdapat fasilitas :

  • gudang penimbunan
  • lapangan penimbunan
  • berbagai tempat lain yang memiliki izin Kepala Kantor Bea dan Cukai.

Jangka Waktu Penimbunan

Ketentuan mengenai jangka waktu penimbunan di TPS :

  • Apabila ditimbun di area pelabuhan, batas maksimum waktunya adalah 30 hari sejak penimbunan.
  • Jika ditimbun di luar area pelabuhan, batas maksimum waktu penimbunan adalah 60 hari sejak tanggal penimbunan.

Batas maksimum penimbunan ini digunakan untuk mencegah penimbunan yang berlarut-larut, yang dapat menimbulkan stagnasi atau kongesti.

Hal ini juga merupakan upaya mempercepat kepentingan hak-hak negara, agar segera di lunasi.

Jika penimbunan melewati batas waktu tersebut, maka barang tersebut akan berubah statusnya menjadi barang yang tidak dikuasai.

Kemudian, penimbunannya di pindahkan ke TPP dan di pungut biaya sewa gedung.

JIka dalam waktu 60 hari sejak di TPP belum juga diselesaikan, maka barang tersebut akan dilelang.

TPB

Tempat Penimbunan Berikat atau TPB adalah sebuah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan di dalam daerah pabean, untuk menimbun, mengelola, memamerkan, menyediakan barang untuk di jual.

Tujuan pengadaan TPB adalah :

  • Memberi fasilitas kepada pengusaha berupa penangguhan pembayaran bea masuk.
  • Dapat melakukan seluruh kegiatan yang termasuk dalam tempat penimbunan yang berasal dari luar daerah Pabean, tanpa terlebih dahulu dipungut bea masuknya.
  • Menjamin kelancaran arus barang dalam kegiatan impor atau ekspor.
  • Peningkatan produksi dalam negeri dalam rangka Pembangunan dan Pengembangan Ekonomi Nasional.

TPP

Tempat Penimbunan Pabean atau TPP adalah suatu bangunan atau tempat yang disediakan oleh pemerintah di kantor Pabean.

Fungsinya adalah untuk menyimpan :

Barang yang tidak dikuasai

Maksudnya adalah barang di :

  • TPS yang melebihi jangka waktu penimbunan.
  • TPB, yang izinnya telah dicabut dan dalam batas waktu 30 dari tidak diselesaikan.

Barang yang dikuasai negara

Maksud adalah barang yang :

  • Dilarang untuk di impor atau dibatasi
  • Barang atau sarana yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh Pemilik yang tidak dikenal.

Barang-barang tersebut akan menjadi milik negara berdasarkan Undang-undang Pabean.

Bea Cukai

Istilah Bea Cukai terdiri dari 2 kata yaitu : bea dan cukai.

Secara bahasa, Bea berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ongkos.

Bea dipakai sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, disebut bea masuk dan bea keluar.

Instansi resmi yang berhak melakukan pemungutan ongkos tersebut disebut Pabean.

Hal-hal yang berkaitan dengannya disebut Kepabeanan, sedangkan Cukai berarti pungutan.

Sejarah Bea Cukai

Lembaga Bea Cukai di Indonesia dibentuk pada tanggal 01 Oktober 1945 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai.

Lalu tahun 1948, dirubah menjadi Jawatan Bea dan Cukai.

Terakhir pada tahun 1965 dirubah lagi menjadi Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atau disingkat DJBC.

DJBC merupakan unit eselon I yang berada di bawah Departemen Keuangan, dan dipimpin oleh seorang Direktur Jendral.

Bea Masuk

Adalah pungutan negara terhadap barang impor, yang besarnya disesuaikan dengan klasifikasi barang tersebut.

Berdasarkan pasal 12 UU Kepabeanan, besarnya bea masuk untuk barang impor yang dipungut berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40% dari nilai pabean.

Berikut adalah berbagai jenis Bea masuk, seperti :

  • anti dumping
  • Imbalan
  • tindakan pengamanan

Bea Keluar

Adalah pungutan negara terhadap barang yang di ekspor.

Apabila dilihat dari kuantitas barang, jumlah barang yang terkena bea masuk akan terlihat lebih banyak dibandingkan dengan bea keluar.

Tarif Bea Keluar

Cara menghitung tarif untuk Bea Keluar adalah dengan menggunakan rumus perhitungan Bea Keluar berikut :

(Tarif Bea Keluar) x (Jumlah Satuan Barang) x (Harga Ekspor) x (Nilai Tukar Mata Uang)

Tarif Bea Keluar tertinggi ditetapkan sebesar 60% dari harga export, atau nilai yang equivalen dengan 60% tersebut.

Cukai

Tarif Cukai

Tarif barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, dikenakan tarif setinggi-tingginya :

  • 250% dari harga dasar, apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik.
  • 55% dari harga pasar ,apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

Adapula barang-barang yang tidak dipungut Cukai, seperti :

  • Tembakau iris yang terbuat dari tembakau asli hasil tanaman di Indonesia, yang tidak dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional.
  • Minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan, yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana untuk mata pencarian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran.

Cukai juga tidak dipungut terhadap barang kena cukai, apabila :

  • Diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean.
  • Di ekspor
  • Dimasukan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan
  • Digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai
  • Telah hilang jenisnya atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.

BTKI

Istilah BTKI adalah kependekan dari Buku Tarif Kepabeanan Indonesia.

BTKI memuat sistem klasifikasi barang yang berlaku di Indonesia, meliputi :

  • Ketentuan Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS).
  • Catatan
  • Struktur Klasifikasi Barang yang disusun berdasarkan Harmonized System (HS) dan ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN).

Harmonized System

Harmonized System atau HS adalah nomenklatur klasifikasi barang yang digunakan secara seragam di seluruh dunia berdasarkan International Convention on The Harmonized Commodity Description and Coding System.

HS ini digunakan untuk keperluan :

  • tarif
  • statistik
  • rules of origin
  • pengawasan komoditi impor atau ekspor
  • dan keperluan lainnya

HS terdiri dari :

  • penomoran barang sampai tingkat 6 digit.
  • KUMHS
  • Catatan Bagian, Bab, dan Subpos yang mengatur ketentuan pengklasifikasian barang.

AHTN

Istilah AHTN merupakan singkatan dari ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature.

AHTN adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan secara seragam pada penomoran barang sampai tingkat 8 digit di seluruh negara ASEAN.

Penerapannya berdasarkan pada Protocol Governing The Implementation of AHTN.

AHTN dibahas dalam forum AHTN Task Force dan disusun berdasarkan kepentingan masing-masing negara ASEAN.

Revisi BTKI 2017

WCO secara periodik melakukan amandemen pada HS, untuk menyesuaikan dengan perubahan pola perdagangan dan situasi dunia terkini.

Sehingga dampaknya menyebabkan BTKI juga harus disesuaikan dan sekaligus melakukan review struktur AHTN.

Perubahan yang signifikan pada BTKI 2017 adalah :

Menggunakan AHTN 2017 menjadi BTKI 2017 dengan 8 digit pos tarif, tanpa pemecahan pos nasional seperti BTKI 2012.

Mengapa harus menjadi 8 digit? ASEAN menerapkan single tariff nomenclature dengan pertimbangan :

  • Merupakan rekomendasi AHTN Task Force dan sesuai AHTN Protocol
  • Mendukung AEC (ASEAN Economic Community)
  • Sebagai dasar pembentukan ASEAN Single Window
  • Sebagai embrio penerapan Single Document Export-Import (ASEAN Customs Declaration Document) antar negara anggota ASEAN

Kapan kode HS 2017 dengan kode 8 digit digunakan di Indonesia?

Mulai 1 Maret 2017, klasifikasi barang yang diekspor dan diimpor harus sesuai dengan Pos Tarif atau HS yang terdapat dalam Sistem Klasifikasi Barang Tahun 2017.

Demikian artikel dari standarku.com mengenai Standar Kepabeanan, mohon saran dari pembaca untuk kelengkapan isi artikel ini.

Silahkan saran tersebut dapat disampaikan melalui kolom komentar.

Baca artikel lain :

Sumber referensi :

Leave a Comment