Standar SNI 7617 Pakaian Bayi

Pengertian SNI Pakaian Bayi

Apakah kita memperhatikan pakaian untuk buah hati kesayangan kita?

Semua jenis pakaian yang kita miliki mengandung berbagai bahan kimia, seperti zat warna azo karsinogen, formaldehida, dan logam terekstraksi.

Termasuk pakaian untuk bayi yang berusia dibawah tiga tahun, dimana kulitnya masih sangat rentan terhadap bahan kimia.

Untuk itu pemerintah Indonesia sudah mengantisipasinya dengan standar khusus, yaitu pemberlakuan wajib standar SNI 7617:2013 per tanggal 17 Mei 2014.

Standar tersebut ditetapkan melalui peraturan Kementerian Perindustrian nomor 07/M-IND/PER/2/2014 dan perubahannya No. 97/M-IND/PER/11/2015.

SNI 7617:2013 adalah standar nasional mengenai persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain untuk pakaian bayi hingga umur 36 bulan atau 3 tahun.

Ruang lingkup standar ini adalah untuk pakaian bayi baru lahir hingga usia tiga tahun, dengan mempertimbangkan bahwa kondisi tubuh bayi pada umur tersebut masih rentan dan harus dilindungi dari bahan kimia berbahaya.

Jadi, pakaian bayi usia tersebut harus benar-benar memenuhi aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan bagi penggunanya.

SNI merupakan kependekan dari Standar Nasional Indonesia yang diterbitkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional).

Manfaat SNI Pakaian Bayi

Dengan penerapan standar ini, kita dapat melindungi bayi dari zat-zat yang bisa menyebabkan gangguan kesehatannya.

Seperti adanya iritasi pada kulit bayi yang masih sensitif, sehingga dalam jangka panjang bisa menyebabkan kanker.

Resiko lain adalah adanya sifat mutagenik dan  sifat karsinogenik yang mengandung unsur racun sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anak.

Misalnya pada pakaian bayi tidak boleh mengandung zat warna azo karsinogen, senyawa amina kelompok III ini dapat menyebabkan kanker pada manusia dan hewan.

Jadi ini adalah upaya yang dilakukan agar bayi di Indonesia terlindungi dari bahan-bahan kimia yang berbahaya.

Pengguna standar SNI Pakaian Bayi

Standar ini wajib untuk digunakan oleh produsen pakaian bayi dalam negeri atau retail atau pemegang merek produk dalam negeri serta importir.

Sistem sertifikasi yang digunakan adalah tipe 1b dengan pengujian kesesuaian mutu yang dilakukan pada contoh produk.

Sertifikasi

Industri tekstil yang sudah menerapkan SNI 7617:2013 beserta amandemennya, akan mendapatkan SPPT SNI dari Lembaga Sertifikasi Balai Besar Tekstil.

Sejarah SNI Pakaian Bayi

Versi lama SNI 7617:2010

Standar SNI 7617:2010 diterbitkan oleh BSN pada tanggal 15 November 2010 melalui SK Penetapan dengan nomor 132/KEP/BSN/11/2010.

Penyusunannya dilakukan oleh Komite Teknis “59-01 Tekstil dan Produk Tekstil” dengan noor ICS : 59.080.30 Kain tekstil.

Nama standar ini adalah SNI 7617:2010 Tekstil – Persyaratan zat warna azo dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak

Standar ini menetapkan persyaratan zat warna azo dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak.

Pemberlakuannya pada kain untuk pakaian bayi dan anak sampai usia 36 bulan dan pada kain untuk pakaian anak diatas usia 36 bulan yang langsung bersentuhan dengan kulit, baik yang terbuat dari kain tenun dan kain rajut dari berbagai jenis serat dan campuran serat.

Standar ini berlaku untuk persyaratan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan.

Versi baru SNI 7617:2013

Pada tahun 2013, dilakukan update yang menggantikan versi sebelumnya yakni 2010 oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) berupa print out setebal 4 halaman.

Judul versi terbaru ini adalah SNI 7617:2013 tentang Tekstil – Persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain.

Struktur SNI 7617:2013

SNI ini membahas mengenai :

  • Ruang lingkup
  • Acuan normatif
  • Istilah dan definisi
  • Syarat mutu
  • Pengambilan contoh
  • Cara uji
  • Syarat lulus uji

Standar ini menetapkan persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain.

1.2 Standar ini berlaku pada kain untuk produk tekstil bayi dan anak sampai usia 36 bulan, dan pada kain untuk produk tekstil yang bersentuhan langsung dengan kulit maupun yang tidak bersentuhan langsung dengan kulit dari berbagai jenis serat tekstil, meliputi kain tenun, kain rajut, dan nir-tenun (non woven) untuk interlining, namun tidak berlaku untuk kain dekorasi.

SNI Acuan Normatif :

  • SNI 08-0615-1989 Pemeriksaan contoh untuk penerimaan lot dengan cara atribut
  • SNI 7334.1:2009 Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) – Bagian 1: Cara uji zat warna azo dengan Kromatografi Gas – Spektrometer Massa (GC-MS)
  • SNI 08-0614-1989 Cara pengambilan contoh kain untuk pengujian dan penerimaan lot

SNI untuk popok bayi sekali pakai

Sebagaimana dilansir dari BSN, bahwa berdasarkan informasi dari Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN Wahyu Purbowasito mengenai kriteria popok yang aman dan nyaman bagi bayi, bahwa BSN tengah menyusun SNI tentang popok bayi sekali pakai.

Berdasarkan Peraturan menteri perindustrian Nomor 07/M-IND/PER/2/2014, SNI 7617:2013 diberlakukan wajib untuk pakaian bayi.

Pengertian pakaian bayi

Pakaian bayi adalah pakaian yang langsung bersentuhan dengan kulit, terbuat dari kain tenun dan kain rajut dari berbagai jenis serat dan campuran serat yang digunakan untuk bayi sampai berusia 36 bulan.

Popok adalah popok kain, bukan popok sekali pakai yang berbahan polimer absorben super.

Pengertian tersebut mengacu kepada petunjuk teknis yang tercantum pada  Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor 07/BIM/PER/5/2014

Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Popok bayi sekali pakai ini menetapkan persyaratan dan metode uji popok bayi sekali pakai untuk kebutuhan sehari-hari, baik menggunakan perekat maupun berbentuk celana yang terbuat dari polimer absorben super (Super Absorbent Polymer/SAP).

RSNI itu mencakup beberapa persyaratan, di antaranya harus tahan luntur, kadar pH antara 4,0 – 8,7, serta mampu menyerap air kencing tidak kurang dari tiga kali berat awal produk.

Saat ini, rancangan SNI Popok Bayi Sekali Pakai sudah dalam tahap jajak pendapat, yang berlangsung hingga 2 September 2019.

Jajak pendapat RSNI tersebut dapat diakses pada : sispk.bsn.go.id/EBallot/DJPPS.

Pembatasan kadar zat kimia pada pakaian

Kadar formaldehida  dan  kadar logam terekstrasi seperti Cd, Cu, Pb dan Nikel, masih boleh digunakan dengan kadar maksimum tertentu.

Misalnya untuk kadar formaldehida pada kain yang bersentuhan dengan kulit maksimum 75 mg/kg.

Untuk kain yang penggunaannya tidak bersentuhan langsung pada kulit kadar maksimum 300 mg/kg.

Pengujian kadar zat kimia pada pakaian

  • Tatacara pengujiannya menggunakan :
  • SNI 7334.1 : penentuan zat warna azo pada kain.
  • SNI ISO 14184-1 : metode uji penentuan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak.
  • SNI 7334 : pengujian kadar logam terekstraksi.

Standar ini merupakan SNI metode pengujian bukan SNI persyaratan produk yang menetapkan persyaratan zat warna azo dan kadar formadehid.

Tips membeli produk pakaian bayi sesuai standar

  • Jangan membeli produk yang dibuat asal murah yang penting laku.
  • Konsumen harus memperhatikan tanda SNI, tidak hanya melihat harga atau merek.
  • Produk yang memenuhi SNI sudah mempertimbangkan masalah K3L dan metode ujinya.

Resiko produk tanpa SNI

Kementerian Perdagangan melakukan pengawasan produk, dengan cara pengambilan sampel untuk diuji di laboratorium.

Jika hasilnya memenuhi standar namun belum memiliki sertifikasi SNI, maka akan dilakukan pembinaan ke pelaku usaha tersebut.

Jika hasilnya tidak memenuhi standar, maka perusahaan tersebut diminta untuk menarik produk tersebut dari peredaran.

Validasi SNI

Sertifikasi SNI bisa dilihat dari tanda SNI secara langsung, namun juga harus dilakukan pengecekan NRP.

NRP adalah Nomer Registrasi Produk yang dikeluarkan oleh badan berwenang, jika perusahaan dengan tanda SNI namun tidak memiliki NRP berarti palsu.

Demikian artikel dari standarku.com mengenai standar SNI untuk Pakaian Bayi, mohon saran dari pembaca untuk kelengkapan isi artikel ini.

Silahkan saran tersebut dapat disampaikan melalui kolom komentar.

Baca artikel lain :

Sumber referensi :

Leave a Comment