Toyota Way, standar dunia otomotif

Toyota Way adalah filosofi atau pedoman atau standar atau prinsip manajemen yang diterapkan di perusahaan otomotif kelas dunia yakni Toyota Motor Corporation.

Pemahaman Toyota Way

Hingga kini, sudah banyak perusahaan besar selain Toyota dengan level internasional yang ikut menerapkan filosofi ini di seluruh dunia.

Jangan keliru dengan istilah lain seperti Toyota Production System (TPS), karena justru TPS adalah bagian dari Toyota Way.

Filosofi ini meliputi berbagai hal, termasuk didalamnya yakni sistem produksi Toyota atau Toyota Production System dan juga Lean Manufacturing.

Toyota Production System (TPS) adalah suatu standar sistem manajemen yang mengatur manufaktur dan logistik yang dikembangkan oleh produsen mobil toyota.

Lebih jelas mengenai Toyota Production System dapat dibaca pada artikel standarku.com lain berikut :

Lean Manufacturing adalah metode untuk menghilangkan pemborosan (waste) didalam produksi, meningkatkan nilai tambah produk serta memberikan nilai kepada pelanggan yang dilakukan secara terus menerus (continuously Improvement) oleh suatu Industri manufaktur (pabrik).

Lebih jelas mengenai Lean Manufacturing dapat dibaca pada artikel standarku.com lain berikut :

Filosofi atau Pemikiran Manajemen Toyota dituangkan dalam standar yang diberi nama 14 Prinsip Toyota Way.

Jadi, 14 Prinsip tersebut adalah filosofi manajemen yang digunakan oleh perusahaan.

Toyota Production System dengan metode Lean Manufacturing adalah rahasia sukses salah satu manufaktur mobil terbesar di dunia tersebut.

Pada tahun 2008, Toyota berhasil menduduki posisi perusahaan produsen kendaraan bermotor terbesar di dunia, dengan menggeser posisi raksasa otomotif General Motors (GM).

Kemudian, Toyota juga memegang titel perusahaan produsen mobil dengan pendapatan terbesar seiring dengan perkembangan angka penjualan yang terus meningkat di AS dan seluruh dunia.

Sejak tahun 1980-an, Toyota dan Lexus telah mendapatkan pengakuan atas kualitas kendaraan-kendaraan mereka.

Dan secara konsisten memperoleh peringkat yang lebih tinggi dari para produsen mobil lain di dalam survei kepuasan pemilik kendaraan.

Menurut seorang profesor teknik industri University of Michigan yakni Jeffrey Liker, faktor terbesar yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena filosofi bisnis yang mendasari sistem produksi mereka.

14 prinsip Toyota Way

Ada 14 prinsip dasar yang ada di dalam filosofi ini, yakni :

Bagian 1 : Filosofi Jangka Panjang (long term philosophy)

Memiliki filosofi atau pemikiran jangka panjang yang mendorong perencanaan jangka panjang untuk membangun organisasi pembelajaran.

Prinsip 1: Prinsip Toyota Way yang pertama adalah terkait dengan keputusan

Buatlah keputusan manajemen Anda pada filosofi jangka panjang, bahkan dengan mengorbankan tujuan keuangan jangka pendek Anda.

Jadi yang menjadi fokus Toyota adalah perjalanan dan hasil untuk jangka panjang, karena hal ini lebih penting dari hasil jangka pendek dengan tujuan agar perusahaan akan terus berkembang.

Bagian 2 : Proses Benar Memberikan Hasil Benar (the right process will produce the right result)

Atau dengan bahasa lain yaitu : proses yang tepat akan menghasilkan sesuatu yang tepat.

Prinsip 2: Buatlah aliran proses yang berkelanjutan untuk membawa masalah ke permukaan

Yakni dengan menciptakan sebuah proses yang berkelanjutan sehingga akan mengangkat semua permasalahan ke permukaan.

Toyota memang selalu menciptakan proses kerja yang berkelanjutan sehingga tidak ada waktu yang kosong (idle).

Bila perlu akan melakukan desain ulang pada proses kerja yang ada agar bisa melihat permasalahan apa yang terjadi.

Prinsip 3: Menggunakan sistem “tarik” (pull) agar produksi tidak berlebih.

Berikan pelanggan apa yang mereka inginkan pada saat waktu ketika mereka membutuhkan serta dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Untuk itu, dapat menggunakan sistem “tarik” untuk menghindari produksi yang berlebihan.

Prinsip 4: Meratakan beban kerja (heijunka), bekerjalah layaknya seekor kura-kura dan tidak seperti seekor kelinci.

Semua beban kerja akan diratakan kepada setiap sumber daya yang ada, walaupun lambat namun semua beban dapat terselesaikan dengan baik.

Prinsip 5: Membangun budaya untuk berhenti memperbaiki masalah dengan demikian maka kualitas terbaik akan diperoleh dari awal.

Kualitas adalah nomor satu bagi pelanggan, oleh karena itu proses harus berusaha untuk membuat kualitas terbaik dari sejak awal produksi.

Kebiasaan yang ada adalah tidak mencegah adanya masalah, seringnya menunggu adanya masalah dan kemudian diperbaiki.

Kebiasaan ini yang harus dihindari atau berhenti untuk selalu memperbaiki masalah.

Prinsip 6: Tugas dan proses yang sudah memiliki standar adalah sebuah pondasi atau dasar untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan dan untuk pemberdayaan karyawan.

Metode yang sudah terbukti stabil bisa digunakan terus secara berulang-ulang dan dibuatkan standar, da selalu diperbaiki atau disempurnakan.

Dengan adanya tugas dan proses yang terstandardisasi tersebut maka tugas, proses dan kemampuan karyawan akan terus meningkat.

Prinsip 7: Menggunakan pengendalian atau kontrol secara visual sehingga tidak akan ada masalah tersembunyi.

Indikator yang dapat divisualkan secara sederhana, akan membantu semua komponen menyelesaikan tugas dan masalahnya.

Sehingga prinsip yang menyimpang atau tidak sesuai dengan filosofi akan lebih mudah diketahui.

Prinsip 8: Hanya menggunakan teknologi handal dan yang sudah teruji guna melayani semua orang dan proses.

Jadi, hanya menggunakan teknologi terpercaya dan teruji seagai alat bantu bagi semua orang serta membantu proses yang ada.

Bagian 3 : Menambah nilai perusahaan dengan cara mengembangkan orang serta mitra kerja (add value to your organization by developing your people and partners)

Sarannya adalah tambahkan nilai pada organisasi dengan cara mengembangkan orang dan mitra Anda.

Prinsip 9: Mengembangkan seorang pemimpin untuk benar-benar memahami tugas atau pekerjaannya, menjiwai dalam filosofi yang sudah ditetapkan, dan mengajarkannya kepada yang lain.

Merupakan usaha menciptakan pemimpin yang benar-benar memahami pekerjaan, menjalankan filosofi, dan pandai menjelaskannya kepada orang lain.

Lebih baik untuk mengembangkan pemimpin dari dalam perusahaan sendiri, bukan dengan cara mendatangkan dari luar.

Prinsip 10: Mengembangkan orang dan tim yang memiliki kemampuan luar biasa yang bisa menganut filosofi perusahaan.

Maksudnya adalah, budaya dan sistem yang kuat dan stabil akan membuat seluruh sumber daya manusia menjiwai dan mengikutinya.

Selanjutnya dapat diberikan pelatihan bagi mereka yang memiliki kemampuan luar biasa untuk dikembangkan lebih maju.

Prinsip 11: Hormati atau respek kepada jaringan mitra serta pemasok dengan cara memberikan mereka tantangan baru serta membantunya untuk melakukan peningkatan.

Menghormati mitra dan pemasok adalah kewajiban, namun caranya adalah dengan memberi mereka tantangan yang akan membuat mereka melakukan peningkatan.

Bagian 4 : Menyelesaikan Akar Permasalahan Secara Terus-Menerus Untuk Mendorong Pembelajaran Organisasi (continuously solving roots problems dirvers organizational learning)

Yaitu terus meakukan pemecahan sumber masalah, untuk mendorong pembelajaran organisasi.

Prinsip 12: Turun langsung untuk melihat sendiri situasi dan kondisi sebenarnya (genchi genbutsu).

Prinsip dari Genchi Genbutsu adalah pergi ke proses dan melihat sendiri untuk benar-benar dapat memahami situasi yang sebenarnya terjadi.

Prinsip 13 : Mengambil keputusan dengan perlahan dengan cara konsensus, serta seksama dalam mempertimbangkan pilihan dan implementasikan atau menerapkan keputusan secara cepat (nemawashi).

Konsep Nemawashi adalah membuat keputusan dengan perlahan-lahan melalui persetujuan umum.

Kemudian dengan cermat mempertimbangkan semua opsi dan mengimplementasikan keputusan tersebut dengan cepat.

Prinsip 14 : Menjadi sebuah perusahaan pembelajar dengan cara refleksi pada diri secara terus menerus (hansei) serta peningkatan yang berkesinambungan (kaizen).

Prinsip terakhir ini merupakan perwujudan dari konsep metode hansei dan kaizen.

Filosofi Toyota Way

Filosofi yang diinginkan Toyota untuk seluruh karyawannya adalah “Belajarlah seakan Anda akan hidup selamanya”.

Dalam menjalankan bisnis, Toyota bekerja keras untuk menjadi yang terbaik, bagi mereka “hari ini harus lebih baik dari kemarin”.

Inti filosofi ini adalah singkirkanlah proses dan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah, yang didukung oleh Management Ability dan Sense of Belonging.

Toyota Way : Management Ability

Salah satu faktor penting di Toyota adalah knowledge management.

Keberhasilan sebagai penguasa pasar hanyalah sebagian dari seluruh perjalanan panjang kesuksesan mereka.

Namun lebih dari itu, mereka telah membuktikan kepada dunia yakni kemampuan mereka untuk menulis ulang aturan-aturan yang ada dalam industri dan bisnis.

Mantan executive vice president di Toyota Corporation yang bernama Taiichi Ohno adalah seorang tokoh kunci yang merumuskan Toyota Production System (Lean Manufacturing).

Taiichi Ohno mengatakan bahwa :

“Ada yang salah kalau karyawan tidak memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya, menemukan hal-hal yang monoton atau membosankan, kemudian menulis ulang prosedur yang ada. Manual bulan lalu pun seharusnya sudah usang”.

Taiichi Ohno

Karena itulah seluruh manajemen dan eksekutif didalamnya menyadari bahwa elemen penting di Toyota adalah mendorong karyawan mencari cara baru dalam berkontribusi alias kreatif.

Hal ini harus diperhatikan demi menjaga utuhnya budaya yang telah berlangsung bertahun-tahun di Toyota.

Sense of Belonging

Toyota mendidik karyawan mereka agar menumbuhkan rasa memiliki atau sense of belonging.

Tujuannya adalah agar karyawan merasa bahwa mereka sedang menjalankan perusahaan milik sendiri.

Sehingga, mereka akan melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati dan terus berimprovisasi.

Dengan demikian, karyawan didorong untuk memahami bahwa produksi adalah sebuah sistem dan bukan berupa serangkaian urutan kejadian yang terpisah.

Hal ini merupakan standardisasi yang digambarkan sebagai gerakan spiral yang terus bergerak ke atas.

Dengan knowledge management ability dan sense of belonging yang tinggi tersebut maka efisiensi dan efektifitas produksi tertinggi akan tercapai.

Mantan executive vice president Toyota yakni Mitsuo Kinoshita, berkata :

“Jika karyawan hanya melakukan apa yang diperintahkan, Anda akan terus menemukan cacat di akhir proses produksi”.

“Kami ingin karyawan punya inisiatif dan berpikir kreatif dan mengedepankan kualitas selama proses produksi berlangsung”.

“Jajaran manajemen dan eksekutif di Toyota menaruh minat khusus pada pengembangan sumber daya manusia.

Mereka yakin bahwa hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab, bahkan takdir mereka sebagai perusahaan yang berambisi untuk selalu berimprovisasi”.

Mitsuo Kinoshita

Individu dengan pola pikir pemberontak dan mudah puas tidak punya tempat di Toyota, dimana setiap aspek bisnis yang paling baik sekalipun masih bisa diperbaiki dan dikembangkan.

Mereka menganggap pikiran yang mengatakan bahwa suatu proses atau fungsi yang merasa paling baik atau tidak dapat diperbaiki lagi, sebagai suatu bentuk pengkhianatan kepada perusahaan.

Sisi ekstrem yang dimiliki Toyota inilah yang menempatkan mereka di posisi terdepan dalam persaingan bisnis tingkat dunia.

Prinsip Rendah Hati dan Saling Menghormati

Kebangkitan Toyota diwarnai adanya stabilitas, pertumbuhan, dan evolusi yang terus berlanjut di atas dasar-dasar berikut :

  • Struktur manajemen yang memberdayakan karyawan
  • Menempatkan manajer dan pemimpin sebagai fasilitator dan pelatih, bukan sebagai diktator.

Jadi di Toyota, mereka sangat menjunjung tinggi prinsip persamaan derajat seperti :

  • Di dalam berbagai rapat yang melibatkan manajemen dan karyawan, pertanyaan dilontarkan secara profesional namun tetap rendah hati sesuai dengan filosofi Toyota.
  • Ketika beropini atau bertanya, karyawan diharapkan untuk menghindari dugaan atau gosip yang tidak berdasar serta harus memberikan fakta untuk melakukan lebih banyak riset.
  • Jika terjadi masalah, karyawan harus mengkomunikasikannya kepada atasan atau superior sambil mencari peluang dan solusi untuk menyelesaikannya.
  • Dalam setiap pembahasan, perlu dilakukan penekanan terus-menerus untuk kembali ke sumber permasalahan dan memaksa manajer atau eksekutif turun untuk mencari fakta dan membantu menemukan solusi.

Prinsip kerja Toyota tidak hanya mengejar pendapatan saja, tetapi juga tentang bagaimana mengembangkan karyawan dalam aktivitas sehari-hari mereka.

Bagi perusahaan ini, sistem penanganan karyawan baru dianggap sama penting dengan sistem perakitan komponen di pabrik-pabrik Toyota.

Rahasia suksesnya terletak kepada cara mereka menjalankan bisnis yang berdasar kepada rasa hormat kepada karyawan.

Walaupun mendapat bayaran tinggi, para eksekutif Toyota tidak digaji setinggi atlet profesional, apalagi gaji eksekutif di perusahaan kompetitor.

Sesuai dengan prinsip ketika peusahaan tersebut baru berdiri: kerendahan hati, berhemat, dan rasa hormat.

 Tatsuro Toyoda berkata :

“Toyota menghindari elitisme dan kepemimpinan yang otoriter; kami menawarkan pengajaran langsung dalam lingkungan yang demokratis”.

Tatsuro Toyoda

Jadi, Toyota menerapkan budaya yang tidak hanya mementingkan jajaran manajemen namun juga seluruh karyawan.

Itulah yang membedakan Toyota dengan perusahaan lain, mereka memperlakukan orang lain dengan penuh hormat dan menghargai setiap usaha yang diberikan.

Prinsip Anti Boros

Toyota amat mementingkan efisiensi dan melakukan perencanaan bisnis yang matang dalam pencapaiannya.

Motto mereka adalah ‘tidak kurang dan tidak lebih’, misalnya pada produk seperti mobil yang hanya dibuat berdasarkan permintaan saja.

Seluruh hal yang menyangkut produksi juga mengikuti prinsip tersebut, seperti :

  • Suplai komponen dilakukan hanya jika ada rencana produksi barang saja, dan produksi barang dilakukan jika ada permintaan dari pasar.

Hal ini bertujuan meminimalisir pemborosan atau waste (muda) dalam sistem produksi Toyota, prinsip zero waste juga selalu diusung dalam setiap detil kegiatan di perusahaan.

Bahkan jika bisa menghemat 1 detik pada lead time atau satu langkah kaki karyawan dalam proses produksi, mereka akan benar-benar melakukannya.

Cara berpikir efisien ini tidak hanya ditrapkan di pabrik, namun juga di kafetarianya dimana semua sampah harus didaur ulang.

Hal ini terbukti berlangsung secara konstan, karena Toyota juga dikenal sebagai salah satu perusahaan yang nyaris tidak pernah mengeluarkan limbah di pembuangan akhir.

Namun sebagai perusahaan, bukan berarti Toyota tidak pernah berbuat salah. Karena dalam setiap proses pasti ada saja kekurangannya.

Namun di Toyota, setiap potensi yang mungkin menimbulkan masalah harus ditangani sedini mungkin agar tidak sempat menjadi masalah yang serius.

Dalam pemenuhan prinsip ‘hari ini lebih baik dari hari kemarin’, Toyota menekankan kepada seluruh aspek bisnisnya untuk mendahulukan penanganan masalah.

Jika masalah sudah tertangani dengan baik, proses akan dapat kembali stabil.

Pemasaran yang Berbasis Kepada Kepuasan Pelanggan

Dalam memasarkan produk, Toyota bukan tipe perusahaan yang berambisi mengejar penjualan tertinggi.

Tidak seperti beberapa perusahaan manufaktur mobil lainnya yang mendefinisikan sukses sebagai pencapaian angka penjualan tinggi sekalipun dengan diskon besar-besaran.

Toyota selalu berusaha menjaga eksklusifitas produknya di mata publik dengan cara mempertahankan harga.

Fokus Toyota lebih kepada kepuasan pelanggan, dengan harapan agar pelanggan rela membayar harga yang sesuai untuk produk yang berkelas dan berkualitas prima.

COO dari Toyota Motor Corporation yaitu Jim Press, mengatakan :

“Tujuan kami bukanlah menjual mobil sebanyak-banyaknya, yang paling penting adalah memberi kualitas kepada pelanggan.

Kalau kami melakukan pekerjaan dengan baik, penjualan akan meningkat, tetapi tujuan kami bukanlah penjualan dan keuntungan yang lebih besar.

Kami bekerja untuk pelanggan. Kami berusaha memberi mereka ketenangan hati.

Menang berarti mendengar dan menanggapi konsumen, bukan hanya mengatakan kepada mereka apa yang mereka butuhkan atau harus inginkan.”

Jim Press

Demi memuaskan konsumennya, Toyota rela menempuh jarak ekstra dan memberi lebih dari yang diharapkan pelanggan.

Hal ini mereka lakukan dengan tetap memegang prinsip rendah hati, tanpa iklan besar-besaran dan janji-janji muluk.

Mereka berpendapat, dengan sendirinya konsumen akan merasakan kualitas produk mereka dan kelebihan tersebut akan menyebar dari mulut ke mulut.

Inilah sisi cerdiknya; ‘pemasaran’ yang dilakukan dari mulut ke mulut oleh pelanggan terbukti jauh lebih efektif dibandingkan pemasaran oleh perusahaan lewat cara konvensional.

Belajar dari Kesalahan

Toyota bukanlah perusahaan yang tanpa cacat, mereka mengalami pada tahun 2010 lalu.

Toyota terkena kasus cacat produksi, dimana terjadi kesalahan yang terjadi pada sistem rem dan pedal gas pada mobil Toyota.

Hal ini menyebabkan banyak kecelakaan dan cedera dialami oleh pengguna mobil.

Awalnya Toyota menyangkal, namun akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan recall terhadap lebih dari 8 juta unit mobil yang telah terjual.

Kemudian menunda penjualan delapan model mobilnya di AS, termasuk yang terlaris yaitu Camry.

Karena kesalahan tersebut tentu saja pangsa pasar mobil di AS segera berubah.

Semula Toyota berada pada posisi kedua setelah GM, kemudian diprediksi Toyota akan turun ke posisi ketiga.

GM tetap pada posisi tertinggi dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 18,1%, Ford naik ke posisi kedua dengan pangsa pasar 16,6%, sedangkan Toyota menduduki posisi ketiga pada 16,5%.

Sementara Toyota sedang terbelit masalah, pesaingnya yaitu GM yang merupakan produsen mobil terbesar di AS melakukan manuver ekstrim untuk mengambil alih pelanggan Toyota.

GM menawarkan potongan harga sebesar US$1000 bagi pemilik mobil Toyota jika mereka ingin beralih kepada mobil produksi GM.

Namun Toyota tidak mau tinggal diam begitu saja.

Walaupun mengalami kerugian sebesar 2 milyar dolar AS dan denda sebanyak 16,4 juta dolar AS, Toyota segera melakukan identifikasi masalah yang ditemukan pada pedal gas dan rem.

Ketika akar masalah telah ditemukan, Toyota segera menjalankan gerakan kampanye global demi mempertahankan citra perusahaan.

Ketika akhirnya dinyatakan bersalah, pihak Toyota meminta maaf kepada pelanggannya di AS.

Dimana presiden Toyota, Akio Toyoda sendiri yang menyampaikan rasa sesal bahkan ia sampai menangis saat itu.

Setelah itu Toyoda langsung membentuk panitia khusus yang bertugas untuk meninjau ulang dan memperbaiki sistem internal mereka, sambil menjalankan pengendalian mutu dengan ketat.

Proyek ini dipimpin oleh Toyoda sendiri.

Para pengamat memperhatikan bahwa Toyota kini menjadi lebih agresif dalam menangkap kemungkinan cacat demi pelanggannya.

Walaupun mengakui bahwa kasus tersebut telah merusak branding-nya sebagai produsen mobil berkualitas.

Sejak kasus tersebut, Toyota menunjuk pejabat khusus yang menangani kontrol kualitas di setiap tingkat regional.

Serta menjalankan langkah-langkah baru untuk merespon lebih cepat terhadap laporan masalah pada kendaraan.

Dengan ini, pengamat memandang bahwa Toyota sedang melakukan hansei (critical self reflection).

Sisi positifnya yaitu perusahaan tersebut bersedia melakukan pembelajaran tanpa akhir, sesuai dengan filosofi yang mereka usung.

Demikian artikel dari standarku.com mengenai Toyota Way.

Mohon saran dari pembaca untuk kelengkapan isi artikel ini, silahkan saran tersebut dapat disampaikan melalui kolom komentar.

Baca artikel lain :

Sumber referensi :

Leave a Comment