Nemawashi adalah suatu proses informal berupa tindakan persiapan yang dilakukan sebelum pertemuan, tujuannya untuk memperlancar usulan atau proyek yang akan disampaikan.
Nemawashi juga sering digunakan sebagai salah satu metode standar dalam Toyota Production System (TPS) atau di sistem lain.
Sistem TPS dan Toyota Way sudah menjadi referensi yang wajib digunakan banyak perusahaan Jepang atau non Jepang di dunia.
Lebih jelas mengenai TPS dan Toyota Way dapat dibaa pada artikel lain dari standarku.com berikut :
Definisi Nemawashi
Pengertian dari kata Nemawashi :
- Merupakan proses informal
- Tindakan yang dilakukan secara diam-diam
- Tujuannya meletakkan dasar untuk memuluskan perubahan atau proyek yang akan diusulkan
Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam Nemawashi adalah :
- Berbicara kepada orang-orang yang berkepentingan
- Mengumpulkan dukungan dan umpan balik
- dan sebagainya
Kegiatan ini dalam budaya Jepang dianggap sebagai sebuah elemen penting untuk suatu perubahan besar, yang dilakukan sebelum langkah-langkah formal dijalankan.
Suatu nemawashi yang sukses akan membuat berbagai perubahan dilaksanakan lebih mudah mendapatkan persetujuan dari semua pihak.
Sudut pandang Bahasa
Nemawashi dalam bahasa jepang dituliskan sebagai 根回し.
Nemawashi secara harfiah dapat diterjemahkan menjadi “menggali di sekitar akar”.
Ia terdiri dari akar kata 根 (ne, akar), dan 回す (mawasu, di sekitar [sesuatu]).
Jadi kata “nemawashi” bisa diartikan sebagai :
“menggali dulu di seputar pohon yang akan dicabut, baru kemudian melakukan pencabutan akar sebagai persiapan transplantasi (pemindahan) pohon tersebut”.
Atau dengan kata lain berarti :
“Mempersiapkan segala sesuatunya sehingga tugas pokok menjadi lebih mudah dan lancar.”
Sebenarnya, Nemawashi sering dikutip sebagai contoh sebuah kata dalam bahasa Jepang yang sulit untuk diterjemahkan secara efektif.
Hal ini karena istilah ini terikat sangat erat dengan budaya Jepang itu sendiri, namun sering diterjemahkan sebagai ‘meletakkan dasar-dasar (laying the groundwork)’.
Nemawashi dan Budaya Jepang
Secara umum didalam budaya orang Jepang, mereka melakukan pergaulan atau interaksi sosial dengan cara yang cenderung menjaga harmoni dan menghindari timbulnya konflik.
Biasanya, orang Jepang tidak akan menolak suatu proposal atau permintaan yang tidak dapat dipenuhinya secara jelas dan tegas.
Mereka melakukan penolakan secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan cara-cara yang lebih halus.
Seperti misalnya menggunakan kata-kata berikut :
- “wah, sepertinya ini sulit juga ya..!”
- “saya coba pikirkan lagi, tapi saya rasa…”
- Dan lain sebagainya
Oleh karena itu, untuk menjaga agar tidak terjadi konflik ketika membicarakan sesuatu dalam forum resmi yang dihadiri banyak orang maka orang Jepang melakukan “nemawashi”.
Nemawasi adalah semacam tindakan lobby atau kesepakatan yang dilakukan sebelum memulai suatu pertemuan atau rapat atau diskusi.
Lobby tersebut dilakukan untuk membicarakan berbagai kemungkinan keputusan dengan berbagai pihak yang berkepentingan, sekaligus mengemukakan pandangan dan pendapat sendiri.
Sehingga pada saat melakukan pembicaraan resmi, mereka sudah memperoleh suatu kesepakatan dan pada akhirnya kemungkinan timbulnya konflik pun dapat dihindari.
Proses “nemawashi” tersebut akan membutuhkan banyak tambahan waktu dan energi.
Namun hal ini setimpal dengan jalannya pertemuan yang lebih baik atau mulus, daripada muncul berbagai konfrontasi atau tekanan saat pertemuan tersebut.
“Nemawashi” sering dilakukan di bidang politik dan bisnis, dalam perkumpulan atau organisasi maupun lembaga resmi, dan banyak lagi bidang lainnya.
Khususnya dilakukan pada pertemuan dimana berbagai kepentingan bertemu dan diperkirakan dapat menimbulkan konflik atau berbenturan pendapat.
Nemawashi dan Rasa Malu
Dalam budaya jepang, penggunaan istilah nemawashi juga sering dikaitkan dengan istilah lain yaitu haji (rasa malu).
Ada ungkapan lama di Jepang yang berbunyi “Kunshi wa hitori o tsutsushimu”.
Ungkapan tersebut dapat diartikan sebagai “orang hebat selalu menjaga perilakunya, meskipun sedang sendiri.”
Didalam ungkapan tersebut tersirat maksud bahwa menjaga perilaku diri sendiri itu sangat penting, sekalipun tidak ada orang lain yang sedang melihatnya.
Dalam pikiran orang Jepang, mereka berusaha untuk menjaga citra sebagai manusia yang ideal.
Kemudian jika mereka gagal menjaga citra tersebut, maka mereka akan merasa malu terhadap dirinya sendiri, sekaligus juga malu terhadap orang lain disekitarnya.
Didalam bahasa jepang, rasa malu disebut haji.
Rasa malu yang dimaksud bukan berarti karena takut akan kritikan orang, atau takut karena dibenci orang dan lain sebagainya.
Namun rasa malu ini lebih disebabkan oleh karena adanya penyesalan bahwa mereka telah menodai citra diri sendiri.
Dengan kata lain, munculnya rasa malu tersebut adalah lebih banyak berasal dari faktor internal atau dari diri sendiri.
Kultur Bisnis Jepang
Terkait dengan nemawashi, ada berbagai budaya jepang yang perlu diketahui oleh seorang karyawan pada saat bekerja di perusahaan jepang.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Jepang memiliki kultur bisnis yang sangat berbeda dengan negara-negara lain di dunia.
Jika seseorang sebelumnya bekerja di perusahaan selain jepang atau non-Jepang, dan kemudian dia pindah ke perusahaan Jepang, maka kebanyakan akan mengalami culture-shock.
Culture-shock adalah rasa terkejut dan membutuhkan waktu untuk penyesuaian diri ketika seseorang memasuki lingkungan dengan kultur atau budaya baru.
Untuk itu, kami sampaikan beberapa informasi mengenai prinsip-prinsip bisnis dalam kultur khas perusahaan Jepang sebagaimana 3 prinsip berikut :
Pelanggan adalah Nomor satu
Pada umumnya, setiap perusahaan Jepang memiliki prinsip untuk mengutamakan pelanggan di atas segalanya (client first).
Sebagaimana sebuah pepatah “Konsumen adalah Raja”, demikian pula bagi perusahaan Jepang.
Prinsip ini diterapkan baik untuk perusahaan Jepang yang ada di wilayah negara jepang maupun di luar Jepang.
Hal ini tidak menjadi masalah untuk seseorang yang pernah bekerja di perusahaan Korea, karena disanapun diterapkan prinsip ini.
Budaya meeting
Pada umumnya, pertemuan atau meeting yang dilakukan di perusahaan pada umumnya kerap diselingi oleh adu argument atau perdebatan.
Sangat berbeda dengan pertemuan atau meeting yang dilakukan di perusahaan Jepang, yang agendanya lebih kepada pelaporan.
Dalam meeting di perusahaan jepang, amat jarang terjadi diskusi yang memanas, biasanya meeting cenderung berjalan lancar dengan tanpa ada perdebatan.
Salah satu faktor yang menyebabkan lancarnya pertemuan atau meeting tersebut adalah adanya budaya “Nemawashi”.
Karena dengan Nemawashi maka mereka akan melakukan pembentukan kesepakatan dengan cara melakukan berkonsultasi sebelum meeting dengan orang-orang terkait.
Jadi sebelum pengambilan keputusan akhir pada saat meeting, semua pihak telah mengerti maksud dari setiap orang yang terkait tersebut.
Kecepatan dalam pengambilan keputusan
Pada umumnya, pengambilan keputusan di perusahaan Jepang membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan satu per satu.
Penyebabnya adalah mereka menganggap bahwa sangat penting dalam pengambilan keputusan secara struktural, sesuai tingkatan manajerial.
Maksudnya adalah dari tingkat staf ke kepala divisi, lalu kepala divisi ke kepala departemen, dan seterusnya.
Konsep ini bertujuan untuk melibatkan banyak pertimbangan dan analisa di setiap level yang ada tersebut.
Dengan kecepatan pengambilan keputusan yang dianggap lambat tersebut, mungkin akan berdampak kurang positif terhadap bisnis itu sendiri.
Akan tetapi, keuntungan yang didapatkan dengan sistem tersebut adalah keputusan yang diambil dapat lebih akurat dan lebih stabil.
Demikian artikel dari standarku.com mengenai Mengenal Standar Metode Nemawashi.
Mohon saran dari pembaca untuk kelengkapan isi artikel ini, silahkan saran tersebut dapat disampaikan melalui kolom komentar.
Baca artikel lain :
- Mengenal Standar Metode Hansei
- Mengenal Standar Metode Gemba
- Mengenal Standar Metode Heijunka
- Mengenal Standar Metode Andon
- Mengenal metode standar Poka Yoke
- Mengenal Standar Toyota Way
Sumber referensi :